Senin, 11 Maret 2013

MAKALAH EKONOMI Pengeluaran Pemerintah dan Aspek Positif Negatif Perilaku Konsumtif




     MAKALAH EKONOMI
Pengeluaran Pemerintah dan Aspek Positif Negatif Perilaku Konsumtif

  
  

Di Susun oleh :
Fauzia Tripurnamawati
Maulina Putri Maharani
Widdy Maulida Aziz
Aldi Fahruraji
Daffio Ardibudiman
Puji Nugraha




Pendahuluan

Dengan menghaturkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, kelompok kami yaitu kelompok 3 akan mempersembahkan Makalah Ekonomi yang berjudul  tentang PENGELUARAN PEMERINTAH DAN ASPEK POSITIF PERILAKU KONSUMTIF.
Makalah ini berisi tentang pengertian pengeluaran rutin dan tidak rutin, contoh-contoh pengeluaran pemerintah dan menjelaskan aspek positif dan negatif perilaku konsumtif.
Diharapkan makalah yang sudah kami buat semaksimal mungkin ini dapat berguna bagi siapa saja. Dan semoga makalah kami dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi orang luas.






A.   Pengeluaran Rutin Pemerintah

Pengeluaran rutin adalah segala bentuk pengeluaran pemerintah untuk membayar kebutuhan sehari-hari pemerintah. Pengeluaran rutin dimaksudkan sebagai pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan rutin pemerintahan. Tujuan pengeluaran rutin agar  pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset  negara, pemenuhan kewajiban  pemerintah  kepada  pihak ketiga, perlindungan  kepada  masyarakat  miskin dan  kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian.
 Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakanyang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat sasaran. Contoh pengeluaran rutin pemerintah sebagai berikut :
1)      Belanja pegawai, termasuk gaji pegawai negri dan TNI
2)      Belanja barang, seperti perlengkapan dan peralatan kantor
3)      Cicilan hutang, baik hutang luar dan dalam negri
4)      Subsidi daerah otonom
5)      Pengeluaran rutin lainnya adalah subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)
6)      Anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pertahanan keamanan.

B.   Pengeluaran Tidak Rutin Pemerintah

Pengeluaran  pembangunan (pengeluaran tidak rutin) yaitu  pengeluaran yang bersifat  modal  masyarakat dalam bentuk pembangunan fisik dan non fisik. Pos pengeluaran pembangunan diantaranya untuk bantuan rupiah, seperti sumbangan bagi korban bencana alam dan bantuan biaya proyek untuk pembangunan sarana fasilitas umum. Besar kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan keputusan-keputusan politik.


C.    Aspek Positif dan Negatif Perilaku Konsumtif

Pada hakikatnya, tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu memenuhi segala kebutuhannya sehingga memperoleh kepuasan maksimal. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut manusia dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehinggga diperlukan tindakan atau perilaku konsumsi yang lebih baik,yaitu dengan menggunakan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi. Kegiatan mengkonsumsi yang berlebihan dapat menimbulkan perilaku konsumtif masyarakat. Perilaku konsumtif adalah perilaku manusia yang melakukan kegiatan konsumsi yang berlebihan.

Semua tindakan konsumsi didasarkan pada prinsip dan tindakan ekonomi. Artinya seorang konsumen dalam melakukan tindakan konsumsinya harus selalu bertindak rasional dan ekonomis, selalu membeli atau mengonsumsi barang yang benar-benar di butuhkan, membeli dan mengonsumsi barang dengan tujuan ideal, serta setiap tindakan konsumsinya selalu berdasarkan skala prioritas.
Perilaku konsumtif ini bila dilihat dari sisi positif akan memberikan dampak:
  1. Membuka dan menambah lapangan pekerjaan, karena akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk memproduksi barang dalam jumlah besar.
  2. Meningkatkan motivasi konsumen untuk menambah jumlah penghasilan, karena konsumen akan berusaha menambah penghasilan agar bisa membeli barang yang diinginkan dalam jumlah dan jenis yang beraneka ragam.
  3. Menciptakan pasar bagi produsen, karena bertambahnya jumlah barang yang dikonsumsi masyarakat maka produsen akan membuka pasar-pasar baru guna mempermudah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
  4. Mendorong produsen untuk memproduksi barang dengan harga dan kualitas yang lebih baik
Bila dilihat dari sisi negatifnya, maka perilaku konsumtif akan menimbulkan dampak:
  1. Pola hidup yang boros dan akan menimbulkan kecemburuan sosial, karena orang akan membeli semua barang yang diinginkan tanpa memikirkan harga barang tersebut murah atau mahal, barang tersebut diperlukan atau tidak, sehingga bagi orang yang tidak mampu mereka tidak akan sanggup untuk mengikuti pola kehidupan yang seperti itu.
  2. Mengurangi kesempatan untuk menabung, karena orang akan lebih banyak membelanjakan uangnya dibandingkan menyisihkan untuk ditabung.
  3. Cenderung tidak memikirkan kebutuhan yang akan datang, orang akan mengkonsumsi lebih banyak barang pada saat sekarang tanpa berpikir kebutuhannya di masa datang.  
  4. Mendorong konsumen melakukan pengeluaran di luar batas kemampuannya sehingga akan melakukan pinjaman yang pada akhirnya akan terjebak hutang.



Penutup

Kesimpulan daripada makalah kami ini adalah sebagai berikut :
Pengeluaran rutin dan tidak rutin pemerintah bertujuan untuk dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan asset  negara, pemenuhan kewajiban  pemerintah  kepada  pihak ketiga, perlindungan  kepada  masyarakat  miskin dan  kurang mampu, serta menjaga stabilitas perekonomian. Tetapi, Besar kecilnya anggaran pengeluaran atau konsumsi pemerintah akan sangat bergantung pada sikap dan keputusan-keputusan politik.

Tujuan konsumen melakukan kegiatan konsumsi, yaitu untuk memenuhi kebutuhannya hingga memperoleh kepuasan maksimal. Tetapi untuk tujuan tersebut konsumen dihadapkan pada keterbatasan tertentu sehingga diperlukan tindakan konsumsi yang berprinsip ekonomi. Jika konsumtif membeli (mengkonsumsi) barang dengan berlebihan maka menimbulkan 2 aspek yaitu aspek negatif dan positif dan juga menimbulkan kerugian dan keutungan. Jadi, dalam mengkonsumsi barang seorang konsumen harus bisa bertindak secara rasional, ekonomis, memilih barang yang benar-benar dibutuhkan dengan tujuan ideal dan tak lupa setiap tindakan konsumsi harus sesuai dengan skala prioritas.
















Makalah Kronologi Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha di Indonesia


       MAKALAH SEJARAH





Kronologi Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha di Indonesia


Di Susun Oleh :
KELOMPOK 5
Ketua :
Aldi Fahruraji
Sekertaris :
Siti Salma Alya Munandar
Bendahara :
Nabila Jilan Ulayya
Anggota :
Bella Melania Damanik
Fauzia Tripurnamawati
M. Adam Maulana Yusuf
Yoshua Sihombing




PENDAHULUAN



                Dengan menghaturkan puji dan syukur atas kehadirat Tuhan yang maha Esa, kelompok kami yaitu kelompok 5 akan mempersembahkan Makalah Sejarah yang berjudul  tentang KRONOLOGI MASUKNYA DAN BERKEMBANGNYA AGAMA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA.
            Makalah ini berisi tentang materi sejarah masuknya agama hindu-buddha di Indonesia. Menjelaskan sumber-sumber yang membuktikan bahwa bangsa Indonesiapun ikut andil dalam proses penyebaran agama Hindu-Buddha, hipotesis-hipotesis yang dikemukakan para ahli, wujud akulturasi kebudayaan india, dan wilayah-wilayah yang dipengaruhi dan tidak dipengaruhi kebudayaan Hindu Buddha.  
            Semoga Makalah kami ini dapat berguna dalam rangka agar semua orang yang membaca makalah ini dapat bertambah pengetahuannya, terutama dalam pelajaran Ilmu pengetahuan Sosial di bidang Sejarah.  Diharapkan makalah kami, yang sudah dipersiapkan dengan seoptimal mungkin ini sangat bermanfaat bagi orang luas.





DAFTAR ISI


 Pendahuluan ……………………..………………………………………………………………………………….. iii
A.    Masuk dan Berkembangnya Agama Hindu-Buddha di Indonesia ……………...........................................................................................   1
B.     Daerah yang di Pengaruhi dan Tidak di Pengaruhi Unsur Hindu-Buddha di Indonesia Sampai Abad XIV …………………………………………………………………………………………………....  7
Penutup …………………………………………..……………………………………………………………… 9
Daftar Pustaka ………………………………………………………………………………………………………... 10





A.      Proses Masuk dan Berkembangnya Pengaruh Hindu-Buddha ke Indonesia

         Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke Indonesia terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Indonesia, India,dan bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan ,Timur,dan Tenggara.Hubungan tersebut terjadi melalui kegiatan politik dan diplomasi,pelayaran dan perdagangan,pendidikan,dan kebudayaan.Melalui lalu lintas tersebut,terjadi pertukaran barang,pengalaman,dan kebudayaan Hindu dan Buddha.
            Catatan awal abad masehi mengenai kedatangan orang-orang Hindu dan Buddha dari India ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti.Adapun hubungan antara India,Cina,dan Indonesia berasal dari catatan orang Cina pada abad ke-5M.
            Menurut catatan tersebut,agama Buddha yang masuk ke Indonesia tidak hanya berasal  dari India,tetapi juga dari Cina.Sejak awal abad masehi,Cina mulai mengembangkan kekuasaannya ke wilayah Asia Tenggara dan membentuk kerajaan yang berkiblat ke Cina.Penjelajah Cina yang yang paling awal menyambut  dan mengenal Jawa ialah Fa Hsien. Ia menetap selama 12 tahun di India.Ketika dalam perjalanan pulang ke Cina,Ia Hsien beserta rombongan yang berjumlah 100 orang,singgah di Jawa Mereka singgah selama lima bulan sejak Desember  412 sampai Mei 413.
            Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Jawa, Sumatera, Kanton (Cina), Sri Lanka, dan Kashmir (India) dicatat pula oleh Gunawwarma. Ia adalah seorang pangeran dari kashimir yang pernah tinggal lama di Jawa Pada 422,ia menyebarkan Buddhisme sebelum berlayar ke Cina.Catatan singkat dari Gunawarmma ini menunjukkan bahwa pengaruh kebudayaan India atau Cina bisa masuk melalui hubungan pelayaran dan perdagangan antara Indonesia (Jawa) dan negeri-negeri di Asia Tenggara,Timur,dan Selatan.
             Van Leur dan Wolters berpendapat bahwa hubungan dagang antara India dan Indonesia lebih dahulu berkembang dibandingkan hubungan perdagangan antara Indonesia dan Cina. Bukti keterlibatan Indonesia dalam perdagangan mancanegara banyak kita dapati dari sumber-sumber luar negeri dan dalam negeri, seperti berikut.
1.      Berita dari Cina
            Berita dari Cina yang memuat keterlibatan bangsa Indonesia dalam perdagangan internasional, antara lain sebagai berikut :
a.      Catatan Dinasti Han, Dinasti Sung, Dinasti Yuan, dan Dinasti Ming, menjelaskan bahwa sejak awal tahun masehi telah terjadi hubungan dagang antara Cina dan Indonesia . Hubungan dagang itu terbukti dari banyaknya barang-barang keramik (porselen) Cina yang ditemukan di Indonesia.

b.      Fa-Hien, seorang musafir yang singgah di To-lo-mo selama lima bulan dalam perjalannya dari India ke Cina. Kemungkinan yang dimaksud dengan Tolomo adalah Kerajaan Tarumanegara yang muncul di Jawa Barat pada sekitar abad ke-5M.
c.       I-Tsing, seorang peziarah dan rahib Buddha. Dalam catatannya, ia menuliskan kesan tentang Kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu pusat agama Buddha di asia pada abad ke-7 M.

2.      Berita dari India
            Berita tertua terdapat dalam kitab Ramayana yang menyebutkan bahwa Dewi Sinta diculik oleh Rahwana, Hanoman mencarinya sampai ke Javadwipa (Jawa). Sumber lain berasal dari Piagam Nalanda yang menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya memegang peran kunci untuk masuk ke wilayah nusantara.
3.      Berita dari Arab
            Para saudagar dan ahli-ahli geografi bangsa Arab menulis tentang Indonesia sejak abad ke-6 M. mereka sering menyebut kerajaan bernama Zabag atau Sribusa. Kemungkinan yang dimaksud dengan Zabag atau Sribusa inii adalah Kerajaan Sriwijaya. Zabag atau Sribusa terkenal sebagai salah satu pusat perdagangan dan negeri yang kaya akan emas.
            Jalur masuk berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia mengikuti jalur pelayaran perdagangan yang berkembang pada saat itu yang menghubungkan India, Indonesia dan Cina. Agama dan kebudayaan Hindu-Buddha masuk ke indonesia melalui Selat Malaka, Laut Jawa, dan Selat Makassar, namun ada juga yang melalui Laut sebelah barat Sumatra, Selat Sunda, Laut Jawa, dan Selat Makassar.
            Proses masuknya dan berkembangnya pengaruh India di Indonesia disebut penghinduan atau Hinduisasi. Adapun hippotesis yang dikemukakan para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha ke Indonesia, antara lain sebagai berikut .
1.      Hipotesis Kesatria
            Hipotesis Kesatria diutarakan oleh Prof.Dr.Ir.J.L.Moens Baliari, yang berpendapat bahwa yang membawa agama Hindu ke Indonesia adalah kaum kesatria atau golongan prajurit. Diduga karena adanya kekacauan politik atau peperangan di India pada abad ke-4 M atau ke-5 M maka prajurit yang kalah terdesak dan menyingkir ke Indonesia. Bahkan diduga mereka mendirikan kerajaan di Indonesia.
2.      Hipotesis Waisya
            Menurut para pendukung hipotesis waisya bahwa pembawa masuk kebudayaan India ke Indonesia adalah para pedagang. Para pedagang banyak berhubungan dengan para penguasa dan rakyatnya. Bahkan diduga ada diantara mereka yang menikah dan menetap di Indonesia. Jalinan hubungan ini membuka peluang bagi proses penyebaran budaya India. Pendukung hipotesis ini salah satunya adalah N.J.Krom.
3.      Hipotesis Brahmana
            Hipotesis brahmana, diutarakan oleh J.C.Vanleur berpendapat bahwa agama Hindu masuk ke Indonesia dibawa oleh kaum brahmana karena hanya kaum brahmanalah yang berhak mempelajari dan mengerti isi kitab suci Weda. Kedatangan kaum Brahmana tersebut diduga karena undangan penguasa/kepala suku di Indonesia atau mereka sendiri yang sengaja datang untuk menyebarkan agama Hindu ke Indonesia.
4.      Hipotesis Sudra
            Von Van Faber mengungkapkan bahwa peperangan yang terjadi di India telah menyebabkan golongan sudra menjadi orang buangan. Mereka kemudian meninggalkan India dengan mengikuti kaum waisya. Dengan jumlah yang besar, diduga golongan sudra yang memberi andil dalam penyebaran budaya Hindu ke nusantara.
            Pada dasarnya semua teori tersebut memiliki kelemahan. Golongan Kesatria, Waisya dan terlebih Sudra tidak menguasai bahasa Sanskerta. Padahal bahasa Sanskerta adalah bahasa sastra tertinggi  yang dipakai dalam kitab suci Weda. Golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sanskerta menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
            Berdasarkan peranan bangsa Indonesia dalam penyebaran agama Hindu dan Buddha maka terdapat dua sikap, yaitu bersikap pasif dan bersikap aktif. F.D.K.Bosh menyebutnya sebagai hipotesa arus balik. Adapun penjelasannya sebagai berikut.
1.      Bangsa Indonesia Bersikap Pasif
            Pihak yang dianggap sebagai penyebar kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia adalah kaum Brahmana dari India. Alasannya pengaruh budaya India yang berkembang di Indonesia memperlihatkan unsur-unsur brahmana. Misalnya, prasasti dan agama Hindu. Prasasti tersebut ditulis dalam bahasa Sanskerta dan dengan huruf Pallawa. Padahal bahasa dan tulisan itu hanya dimengerti oleh kaum brahmana. Selain itu, pengaruh kebudayaan Hindu tampak jelas pada perkembangan agama Hindu di Indonesia. Urusannya keagamaan merupakan tanggung jawab kaum Brahmana.
2.      Bangsa Indonesia Bersikap Aktif
            Pihak yang berperan sebagai penyebar kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia adalah para pedagang dan Brahmana Indonesia. Para pedagang Indonesia pergi berdagang ke India dan melihat sendiri keadaan di tempat itu. Mereka tertarik dengan keteraturan masyarakat dan keunggulan budaya India. Terdorong untuk memajukan negrinya di Indonesia, maka para pedagang tersebut mengundang brahmana ini ke Indonesia untuk memperkenalkan kebudayaan Hindu-Buddha.
            Kedatangan para brahmana India ke Indonesia lama-kelamaan menimbulkan kelompok masyarakat baru. Brahmana India pun membina para brahmana Indonesia. Selanjutnya, para brahmana Indonesia pergi berziarah, para Brahmana itu juga memperdalam ilmu pengetahuan mereka. Setelah dirasa cukup maka mereka kembali ke Indonesia dan mulai menyebarkan sesuai dengan kondisi bangsa
Indonesia. Dengan cara-cara seperti itu maka budaya Hindu-Buddha masuk dan diterima oleh bangsa Indonesia.
            Jadi, hubungan dagang telah menyebabkan terjadinya proses masuknya penganut Hindu-Buddha ke Indonesia. Beberapa hipotesis diatas menunjukan bahwa masuknya pengaruh Hindu-Buddha merupakan satu proses tersendiri yang terpisah, namun tetap didukung oleh proses perdagangan. Untuk agama Buddha diduga adanya misi penyiar agama Buddha yang disebut dengan Dharmaduta, dan diperkirakan abad ke-2 masehi agama Buddha masuk ke Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan arca Buddha yang terbuat dari perunggu di berbagai daerah di Indonesia, antara lain Sempaga (Sulawesi Selatan), Jember (Jatim), Bukit Siguntang (Sumatra Selatan). Dilihat ciri-cirinya, arca tersebut berasal dari langgam Amarawati (India Selatan) dari abad ke-2 sampai dengan ke-5 masehi. Disamping itu juga ditemukan arca perunggu berlanggam Gandhara (India Utara) di kota Bangun, Kutai (Kaltim). Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha tidak begitu saja diterima oleh bangsa Indonesia, melainkan tetap mengalami seleksi. Hal itu disebabkan bangsa Indonesia sendiri pada saat itu juga telah memiliki kebudayaan sendiri yang juga telah berkembang. Selain itu, ada beberapa penyebab unsur budaya Hindu-Buddha dapat diterima masyarakat Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1.      Masyarakat Indonesia memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi sehingga masuknya budaya asing di Indonesia menambah perbendaharaan dan saling mengisi dengan budaya Indonesia.
2.      Kecakapan khusus bangsa Indonesia disebut dengan local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa dalam menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah unsur-unsur tersebut sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.
Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia menimbulkan akulturasi kebudayaan dengan kebudayaan bangsa Indonesia. Adapun wujud akulturasi itu , seperti berikut.
1.      Bahasa
            Wujud akulturasi dalam bidang bahasa, dapat dilihat dari adanya penggunaan bahasa Sanskerta yang dapat ditemukan sampai sekarang di mana bahasa Sanskerta memperkaya perbendaharaan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Sanskerta pada awalnya banyak ditemukan pada prasasti (batu tertulis) peninggalan kerajaan Hindu-Buddha (5-7M) contohnya prasasti Yupa dari Kutai, prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara. Pada perkembangan selanjutnya bahasa Sanskerta digantikan oleh bahasa Melayu Kuno seperti yang ditemukan pada prasasti peninggalan Kerajaan Sriwijaya (7-13M).
2.      Religi/Kepercayaan
            Sistem kepercayaan yang berkembang di Indonesia sebelum agama Hindu-Buddha masuk ke Indonesia adalah kepercayaan yang berdasarkan pada animisme dan dinamisme. Dengan masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia, masyarakat Indonesia mulai menganut atau mempercayai agama –agama tersebut. Agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia sudah mengalami perpaduan dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, atau dengan kata lain mengalami sinkritisme (bagian dari proses akulturasi yang berarti perpaduan dua kepercayaan yang berbeda menjadi satu). Itu sebabnya agama Hindu dan Buddha yang berkembang di Indonesia, berbeda dengan agama Hindu –Buddha yang dianut oleh masyarakat India. Perbedaan-perbedaan tersebut dapat dilihat dalam upacara ritual yang diadakan oleh umat Hindu atau Buddha yang ada di Indonesia.  Contohnya, upacara Nyepi yang dilaksanakan oleh umat Hindu Bali, ternyata upacara tersebut tidak dilaksanakan oleh umat Hindu di India.
3.      Organisasi Sosial Kemasyarakatan
            Wujud akulturasi dalam bidang organisasi sosial kemasyarakatan dapat dilihat dalam organisasi politik, yaitu sistem pemerintahan yang berkembang di Indonesia setelah masuknya pengaruh India. Dengan adanya pengaruh kebudayaan India tersebut maka sIstem pemerintah yang berkembang di Indonesia adalah bentuk kerajaan yang diperintah oleh seorang raja secara turun-temurun.
            Raja di Indonesia ada yang dipuja sebagai dewa atau dianggap keturunan dewa keramat sehingga rakyat sangat memuja raja tersebut. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya raja-raja yang memerintah singasari, seperti kertanegara diwujudkan sebagai Bairawa, dan Raden Wijaya Raja Majapahit diwujudkan sebagai Harihara (Dewa Syiwa dan Wisnu jadi satu).
            Pemerintahan seorang raja di Indonesia ada yang bersifat mutlak dan turun-temurun seperti di India dan ada juga yang menerapkan prinsip musyawarah. Prinsip musyawarah diterapkan terutama apabila raja tidak mempunyai  putra mahkota seperti yang terjadi di kerajaan majapahit, pada waktu pengangkatan Wikramawardana. Wujud akulturasi disamping terlihat alam sistem pemerintahan juga terlihat dalam sistem kemasyarakatan, yaitu pembagian lapisan masyarakat berdasarkan sistem kasta.
            Sistem kasta menurut kepercayaan hindu terdiri atas kasta Brahmana (golongan pendeta), kasta Kesatria (golongan prajurit dan bangsawan), kasta Waisya (golongan pedagang), dan kasta Sudra (golongan rakyat jelata).
            Kasta-kasta tersebut juga berlaku atau dipercayai oleh umat Hindu Indonesia, tetapi tidak sama persis dengan kasta-kasta yang ada di India. Hal itu dikarenakan kasta India benar-benar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan, sedangkan di Indonesia tidak demikian. Di Indonesia kasta hanya diterapkan untuk upacara keagamaan.
4.      Sistem Pengetahuan
            Wujud akulturasi dalam bidang pengetahuan, salah satunya, yaitu perhitunganwaktu berdasarkan kalender tahun Saka, yaitu tahun dalam kepercayaan Hindu. Menurut perhitungan, satu tahun Saka sama dengan 365 hari dan perbedaan tahun Saka dan tahun Masehi adalah 78 tahun. Sebagai contoh tahun Saka 654 maka tahun Msehinya 654 + 78 = 732 M.
Disamping adanya pengetahuan tentang kalender Saka, juga ditemukan perhitungan tahun Saka dengan menggunakan candrasangkala. Candrasangkala adalah susunan kalimat atau gambar yang dapat dibaca sebagai angka. Candrasangkala banyak ditemukan dalam prasasti yang ditemukan di Pulau Jawa dan menggunakan kalimat bahasa Jawa. Salah satu contohnya yaitu kalimat Sirna ilang kertaning bhumi apabila diartikan sirna = 0, ilang = 0, kertaning = 4, dan bhumi = 1 maka kalimat tersebut diartikan dari belakang, yaitu sama dengan tahun 1400 Saka atau sama dengan 1478 M yang merupakan tahun runtuhnya Majapahit.
5.      Peralatan Hidup dan Teknologi
            Salah satu wujud akulturasi dari peralatan hidup dan teknologi terlihat dalam seni bangunan candi. Seni bangunan candi tersebut memang mengandung unsur budaya India, tetapi keberadaan candi-candi di Indonesia tidak sama dengan candi-candi yang ada di India karena candi di Indonesia hanya mengambil unsur teknologi pembuatannya melalui dasar-dasar teoritis yang tercantum dalam kitab Silpasastra, yaitu sebuah kitab pegangan yang memuat berbagai petunjuk untuk melaksanakan pembuatan arca dan bangunan.
            Untuk itu, dilihat dari bentuk dasar maupun fungsi candi tersebut terdapat perbedaan. Bentuk dasar bangunan candi di Indonesia punden berundak-undak yang merupakan salah satu peninggalan kebudayaan Megalithikum dan berfungsi sebagai tempat pemujaan. Adapun fungsi bangunan candi itu sendiri di Indonesia sesuai dengan asal kata “candi” tersebut. Perkataan “candi” berasal dari kata “candika” yang merupakan salah satu nama Dewi Durga atau dewi maut sehingga candi merupakan bangunan untuk memuliakan orang yang telah wafat, khususnya raja-raja dan orang-orang terkemuka.
Disamping itu dalam bahasa Kawi, candi berasal dari kata “cinandi” artinya yang dikuburkan. Untuk itu, yang dikuburkan di dalam candi bukanlah mayat atau abu jenazah melainkan berbagai macam benda yang yang menyangkut lambang jasmaniah raja yang disimpan dalam pripih.
            Dengan demikian, fungsi candi Hindu di Indonesia adalah untuk pemujaan terhadap roh nenek moyang atau dihubungkan dengan raja yang sudah meninggal. Hal ini terlihat dari adanya lambang jasmaniah raja, sedangkan fungsi candi di India adalah untuk tempat pemujaan terhadap dewa, contohnya seperti candi-candi yang terdapat di kota Benares merupakan tempat pemujaan terhadap Dewa Syiwa.
            Untuk candi yang bercorak Buddha fungsinya sama dengan di India, yaitu untuk memuja Dyani Bodhisattwa yang dianggap sebagai perwujudan dewa
            Untuk candi Buddha di India hanya berbentuk stupa, sedangkan di Indonesia stupa merupakan ciri khas atap candi-candi yang bersifat agama Buddha. Dengan demikian, seni bangunan candi di Indonesia memiliki kekhasan tersendiri karena Indonesia hanya mengambil intinya saja dari unsur budaya India sebagai dasar ciptaannya dan hasilnya tetap sesuatu yang bercorak Indonesia.
6.      Kesenian
            Wujud akulturasi dalam bidang kesenian terlihat dalam bidang seni dari seni rupa, seni sastra, dan seni pertunjukan. Dalam seni rupa contoh wujud akulturasinya dapat dilihat dari relief dinding candi (gambar timbul), gambar timbul pada candi banyak menggambarkan suatu kisah/cerita yang berhubungan dengan ajaran agama Hindu ataupun Buddha.
            Gambar relief pada candi Borobudur ada yang menggambarkan Buddha sedang digoda oleh mara yang menari-nari diiringi gendang. Relief ini mengisahkan riwayat hidup sang Buddha seperti yang terdapat dalam kitab Lalitawistara. Demikian pula halnya dengan candi-candi Hindu. Relief-reliefnya yang juga mengambil kisah yang terdapat dalam kepercayaan Hindu seperti kisah Ramayana yang digambarkan melalui relief candi Prambanan ataupun candi Panataran.
            Dari relief-relief tersebut apabila diamati lebih lanjut, ternyata Indonesia juga mengambila kisah asli cerita tersebut, tetapi suasana kehidupan yang digambarkan oleh relief tersebut adalah suasana kehidupan asli keadaan alam ataupun masyarakat Indonesia. Dengan demikian, terbukti bahwa Indonesia tidak menerima begitu saja budaya India, tetapi selalu berusaha menyesuaikan dengan keadaan dan suasana di Indonesia.
            Untuk wujud akulturasi dalam seni sastra dapat dibuktikan dengan adanya suatu cerita/kisah yang berkembang di Indonesia yang bersumber dari kitab Ramayana yang ditulis oleh Walmiki dan kitab Mahabarata yang ditulis oleh Wiyasa. Keduan kitab tersebut merupakan kitab kepercayaan umat Hindu. Akan tetapi, setelah berkembang di Indonesia tidak sama seperti aslinya dari India karena sudah disadur kembali oleh pujangga-pujangga Indonesia ke dalam bahasa Jawa Kuno. Tokoh-tokoh cerita dalam kisah tersebut ditambah dengan hadirnya tokoh Punokawan, seperti Semar, Bagong, Petruk, dan Gareng. Bahkan, dalam kisah Bharatayudha yang disadur dari kitab Mahabarata tidak menceritakan perang antara Pendawa dan Kurawa, melainkan menceritakan kemenangan Jayabaya dari Kediri melawan Jenggala.
            Disamping itu juga kisah Ramayana ataupun Mahabarata diambil sebagai suatu cerita dalam seni pertunjukan di Indonesia, yaitu salah satunya pertunjukan wayang. Seni petunjukan wayang merupakan salah satu kebudayaan asli Indonesia sejak zaman prasejarah dan pertunjukan wayang tersebut sangat digemari terutama  oleh masyarakat Jawa. Wujud akulturasi dalam pertunjukan wayang tersebut terlihat dari pengambilan lakon cerita dari kisah Ramayana ataupun Mahabarata yang berasal dari budaya India, tetapi tidak sama persis dengan aslinya karena sudah mengalami perubahan. Perubahan tersebut antara lain terletak dari karakter atau perilaku tokoh-tokoh cerita, misalnya dalam kisah Mahabarata keberadaan tokoh durna, dalam cerita aslinya durna adalah seorang mahaguru bagi Pendawa dan Kurawa dan berprilaku baik, tetapi dalam lakon Indonesia durna adalah tokoh yang berperangai buruk suka menghasut.

B.      Daerah yang dipengaruhi dan tidak di pengaruhi unsur hindu-buddha di Indonesia sampai abad XIV
Masuknya unsur Hindu-Buddha ke Indonesia berlangsung dengan damai, bertahap, dan berkelanjutan. Hampir semua wilayah Indonesia menerima pengaruh Hindu dan Buddha, kecuali wilayah Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua.
1.      Wilayah yang dipengaruhi unsur-unsur Buddha di Indonesia
Bukti-bukti peninggalan yang dapat menjelaskan keberadaan pengaruh Buddhisme di Indonesia adalah penemuan arca perunggu Buddha sempaga (Sulawesi selatan). Dilihat dari bentuknya, arca ini mempunyai bentuk sama dengan arca yang dibuat di Amarawati (India). Para ahli menduga arca tersebut merupakan barang dagangan ataupun benda persembahan. Tidak hanya di daerah Sempaga saja, beberapa tempat seperti di Besuki (Jawa Timur) dan sumatra selatan juga adalah tempat penemuan patung Buddha.
      
Gambar : arca/patung Buddha yang ditemukan di sempaga (Sulawesi Selatan)

2.      Wilayah yang dipengaruhi unsur-unsur Hindu di Indonesia
Kemunculan unsur Hindu di Indonesia diduga pada sekitar abad ke-5 masehi. Tonggak waktu tesebut diambil dari penafsiran tujuh buah yupa peninggalan kerajaan Kutai di Kalimantan timur dan tujuh buah prasasti dari kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat sekarang ini. Oleh karena Yupa dan Prasasti di kedua kerajaan tersebut menggunakan huruf pallawa, maka diperkirakan kebudayaan Hindu yang menyebar ke beberapa daerah di Indonesia pada tahap permulaan berasal dari India Selatan. Agama dan kebudayaan Hindu di Indonesia kemudian berkembang di kerajaan-kerajaan, seperti kerajaan Holling, Mataram Hindu, Kanjuruhan, Kediri, Singasari, Majapahit,Sunda,dan Bali.

3.       Wilayah yang tidak dipengaruhi unsur Buddha di Indonesia
Wilyah yang tidak dipengaruhi unsur budaya hindu-buddha, yaitu Maluku dan sekitarnya, pulau-pulau di nusa tenggara, Maluku dan papua serta sekitarnya. Kemungkinan tidak masuknya pengaruh tersebut karena wilayah Indonesia bagian timur dianggap terlalu jauh untuk dijangkau, wilayahnya sangat terpencil dan sarana transportasi tidak ada. Selain itu, kawasan Indonesia amat luas dan terdiri atas ribuan pulau yang terhampar dari barat sampai ke timur.


                                      

 






















 
































PENUTUP

Penutup dari pada makalah kami terdiri atas :

Kesimpulan :
            Jadi Masuk dan berkembangnya agama dan kebudayaan Hindu dan Buddha dari India ke Indonesia terjadi karena adanya hubungan antara bangsa Indonesia, India,dan bangsa-bangsa lainnya di kawasan Asia Selatan ,Timur,dan Tenggara.Hubungan tersebut tidak hanya terjadi melalui perdagangan tetapi juga terjadi melalui kegiatan politik dan diplomasi,pelayaran,pendidikan,dan kebudayaan.Melalui lalu lintas tersebut,terjadi pertukaran barang,pengalaman,dan kebudayaan Hindu dan Buddha. Ada empat hipotesis yang dikemukakan oleh para ahli tentang proses masuknya budaya Hindu-Buddha yaitu Hipotesis Kesatria, Hipotesis Waisya, Hipotesis Brahmana dan Hipotesis Sudra. Tetapi dari ke empat hipotesis tersebut memiliki kelemahan. Golongan Kesatria, Waisya dan terlebih Sudra tidak menguasai bahasa Sanskerta. Padahal bahasa Sanskerta adalah bahasa sastra tertinggi  yang dipakai dalam kitab suci Weda. Golongan Brahmana walaupun menguasai bahasa Sanskerta menurut kepercayaan Hindu kolot tidak boleh menyebrangi laut.
            Masuknya kebudayaan Hindu-Buddha ke Indonesia menimbulkan akulturasi. Akulturasi adalah fenomena yang timbul sebagai hasil jika kelompok-kelompok manusia yang mempunyai kebudayaan yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus-menerus yang kemudia menimbulkan perubahan dalam pola kebudayaan yang original dari salah satu kelompok atau kedua-duanya. Wujud akulturasi tersebut yaitu, bahasa, religi/kepercayaan, organisasi sosial kemasyarakatan, sistem pengetahuan, peralatan hidup dan teknologi, dan kesenian.
            Daerah yang dipengaruhi unsur-unsur Hindu-Buddha di Indonesia meliputi seluruh Pulau Jawa, Bali, Pulau Sumatra, Kutai (Kalimantan Selatan), Sanggau (Kalimantan Barat), dan Sempaga (Sulawesi Selatan). Daerah yang tidak dipengaruhi budaya Hindu-Buddha adalah wilayah Nusa Tenggara, Maluku, Papua dan sekitarnya. Kemungkinan penyebab tidak masuknya pengaruh tersebut karena wilayah Indonesia bagian timur dianggap terlalu jauh untuk dijangkau, wilayahnya sangat terpencil dan sarana transportasi tidak ada. Selain itu, kawasan Indonesia amat luas dan terdiri atas ribuan pulau yang terhampar dari barat sampai ke timur.

Saran, pendapat dan pertanyaan :










DAFTAR PUSTAKA

Tim penyusun Indonesia Heritage. 1998. Indonesian Heritage: Early Modern History. Singapore : Grolier International.
Chau Ming. 1994. Mengenal Beberapa Aspek Filsafat Konfusianisme, taoisme, dan Buddhisme, JILID III. Jakarta:Sasana
Rickflefs, M. C. 1998. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada university Press.
Marwati Djoned Poesponegoro, Nugroho Notosusonto . 1948. Sejarah Nasional Indonesia Jilid da









Sabtu, 09 Maret 2013

Contoh Puisi Bebas Bertema Orang-Orang Miskin



Orang-orang miskin

Mereka Yang hidup beralaskan kardus
Terlantar ditengah ramainya ibu kota
yang merantau di jalanan
yang mengharap para dermawan
 hanya sabar yang mereka andalkan
demi menunggu keadilan
tak ada daya melawan takdir
mungkin memang ini nasib orang-orang miskin

Jumat, 08 Maret 2013

Contoh Wawangsalan

1. Abdi mah caruluk Arab
henteu tarima téh teuing = korma
2. Abdi téh sok ngembang kawung
inggis teu ngareunah teuing = pengis
3. Abdi téh kapiring leutik
kaisinan ku gamparan = pisin
4. Abdi ti ménak ka somah
gamparan mah ieu aing = umaing
5. Ajag désa basa Jawa
lesuna teu aya tanding = asu
6. Ajag lembur Indramayu
naha bet kalangsu teuing = asu
7. Ajag lembur lamun engkang
énjing henteu wangsul deui = anjing
8. Alun-alun paleuweungan
gagal temen mun teu jadi = tegal
9. Anak beurit dina katung
kapan endén mundut encit = buncit
10. Anak munding masih nyusu
aduh endén buah ati = énéng
11. Anu siram kokojayan
abdi pamoyokan badis = ngoyok
12. Angeun somah pakampungan
kajeun bedo ti kamari = bodo
13. Areuy leuweung mérang daun
ulah sok japilus galih = pulus
14. Aringgis sok nyatang bolang
kapongpongan siang wengi = lompong
15. Asal hiji jadi dua
temah matak sesah ati = walimah
16. Awi ngora téh jaradi
temah matak jadi liwung = iwung
17. Aya nu dianjang cai
aya nu dihéroan = séro
18. Aya mesin bisa ngapung
kapidara diri abdi kapal = udara
19. Ayeuna gé sérah tegal
engkang mah sok matak peurih = eurih
20. Baku sok ngalebu badag
reueus keur sareng jeung istri = areng
21. Balandongan ngujur jalan
sok hayang geura los indit = elos
22. Balé diréka masjid
nya pikir bati rumajug = tajug
23. Bangkong lodor meuntas jalan
titis tulis bagja awak = bayawak
24. Bango héjo hérang jangjang
piraku engkang ka abdi = merak
25. Bango leutik bodas hulu
mo samar ka diri abdi = camar
26. Baréto gé batur pirus
juragan geuning pelekik = akik
27. Batuk eungap hésé damang
saé sumping baé wengi = mengi
28. Béas ditutuan deui
iraha atuh patepung = tipung
29. Bedil langit handaruan
engkang sapertos kalinglap = gelap
30. Bedog urang Darmaraja
kawantu abdi mah miskin = sekin
31. Belut sisit saba darat
kapiraray siang wengi = oray
32. Bendi panjang roda opat
ulah kalah ka Carita = kareta
33. Béntang baranang di imah
samar bisa tepung deui = darma
34. Bedug wedalan Eropa
abdi teu asa dipuji = tanji
35. Beulit cinggir simpay réma
ulah lali ka sim abdi = ali
36. Beunying leutik sisi cai
ari ras sok cimataan = amismata
37. Beusi bodas cingcin kecrik
cumah baé dipicinta = timah
38. Biasa ngadodol gula
abdi henteu dipaduli = gulali
39. Bibika tipung tarigu
ku engkang tacan kaharti = roti
40. Buah kawung raranggeuyang
curuluk cisoca bijil = caruluk
41. Bulu panon wates taar
itu nyai mani geulis = halis
42. Cacangkir bahana beling
masing welas lahir batin = gelas
43. Cakcak gedé kadal bilik
ulah dipaké mokaha = toké
44. Careuh beureum pasawahan
nu dusun leuwih ti misti = lasun
45. Cariang beureum beutina
nya pikir bati arewuh =
46. Catetan bulan jeung taun
juragan ménak utami = almenak
47. Cau gedé ngan sasikat
taya teuing bagja diri cau = bagja
48. Cék lémék Jawa sumuhun
hayang téh ulah kapanggih = enggih
49. Cikur jangkung pamuraan
kapalay siang jeung wengi = panglay
50. Cisusu kentel dimasak
ulah téga-téga teuing = mantéga
51. Cucuk basa Malayuna
duriat henteu laksana = duri
52. Dadampar di pagulingan
alim ka nu kirang surti = kasur
53. Dagangan pangrapet surat
mun kitu abdi mah alim = lém
54. Daun kasap kosok méja
tobat ulah nolas teuing = hampelas
55. Daun tuhur na tangkalna
sok rus-ras ka nu teu aya = kararas
56. Désémber tangtu ditéma
geulisna lir widadari = Janwari
57. Deukeut-deukeut anak taleus
nyangkéwok teu kanyahoan = téwok
58. Di Cikajang aya gunung
asa paturay jasmani = Cikuray
59. Dodol gula digolongan
nu hina kaluli-luli = gulali
60. Dudukuy panjang gagangna
pikir bati ngalanglayung = payung
61. Dukun tukang ngemat héwan
abdi mah ku alim teuing = malim
62. Ékék lembut pupuntiran
tingsérédét kana ati = cécéndét
63. Enggeus ka palupuh nangtung
ayeuna geus kapimilik = balik
64. Engkang téh ngajukut laut
seger mun tepung jeung nyai = ager
65. Gagang caruluk karadak
pantes mun rék dinyenyeri = langari
66. Gamparan mah sangu atah
keur ménak kawuwuh sugih = gigih
67. Gedang atah keur lumayung
engkang mah jelema ginding = gumading
68. Gedong luhur panénjoan
narah keur saheulaanan = munara
69. Gedong ngambang di sagara
kapalang geus béla pati = kapal
70. Gedong ngambang tengah laut
ulah kapalang nya béla. = kapal
71. Gedong tempat nu titirah
ulah sok reueus binangkit = rumahsakit
72. Hayam cempa lalayaran
matak teuing nyeri ati = meri
73. Hayam sawah dipiara
abong kanu apes diri = meri
74. Hayam tukung saba gunung
uyuhan teuing nya diri = puyuh
75. Hiris ngora deungeun sangu
abdi mah kapok téh teuing = kapokan
76. Hui bulu réa akar
bongan sok rayungan teuing = kamayung
77. Imah leutik tempat ngaji
teu asa ngalanggar cegah = langgar
78. Imah ngambang di sagara
ulah kapalang nya bela = kapal
79. Indung kuar hama sirah
nu kitu ulah digugu = kutu
80. Insuting ngadaun luhur
ari ras ka diri abdi = kararas
81. Isuk basa Malayuna
tangtos abdi rék sayagi = pagi
82 Jagong tuhur beunang ngunun
dunungan bagéa sumping = emping
83 Jalaran bibit kalapa
isin da abdi mah santri = kitri
84 Jampana bugang dadakan
panasaran diri kuring = pasaran
85 Jati leutik jagong ngora
dodolog kirang utami = semi
86 Jawadah tutung biritna
sacarana-sacarana = cara
87 Jukut jangkung pipir gunung
haté abdi panas peurih = eurih
88. Kacang panjang disayuran
bati ngageremet ati = gemet
89. Kacang panjang gagabengan
sakieu darajat kuring = jaat
90. Kacang jangkung leutik daun
engkang mah satria raris = hiris
91. Kadal gedé saba darat
pareng alus bagja awak = bayawak

92. Kadeuleu langir cainakayap-keyep anu geulis = keuyeup93. Kalapa bakalan minyaknu ampuh titis raspati = cipati94. Kalong leutik saba gedangsumedot rasaning ati = cocodot95. Kararas daun kalapateu aya nu ngabangbrangkeun = barangbang96. Kasintu di sisi situnu hayang kawanti-wanti =97. Kauntun tipung katambang béaslaksana meunang ijasah = laksa98. Kebon paré dicaiansiwah niat jalir jangji = sawah99. Kembang biru di astanaabot pisah jeung kakasih = salasih100. Kembang bodas buah bunderngaheruk nya pipikiran = jeruk101. Kembang jambé kara beukahkumayangyang pikir abdi = mayang102. Kendang gedé pakaumandagdigdug rasaning ati = bedug103. Kertas kabur kaanginankumalayang pipikiran = langlayangan104. Ketuk leutik panayaganka abdi mah ningnang teuing = bonang105. Keuyeup gedé saba lautteu hadé liar ti peuting = kapiting106. Koja awi dihuaansageuy lamun teu kasorang = korang107. Kokotor saluar awakda sanés rek hiri dengki = daki108. Kota kuloneun Lampeganpurah-purah tunggu bumi =109. Kulit teuas tungtung ramobaku osok nganyenyeri = kuku110. Kuring mah kabedil langitda puguh matak kalinglap = gelap111. Kuring téh kamenyan konéngrumaos kawiwirangan =112. Kutu baju kuar sinjangmoal weléh tumarima = tuma113. Lahang abri dibotolanningal anu suka galih = cuka114. Laleur hideung panyeureudanngilari sakolong langit = reungit115. Lampu leutik tengah imahabdi samar méré idin = damar116. Lamun kapalupuh nangtunglamun jadi kapimilik = bilik117. Lancah cai di walunganengkang teu émut ka abdi = engkang-engkang118. Langgir cai leumpang ngijingkadeuleu kayap-keyepna = keuyeup119. Lauk panjang dina parungari émut merod pikir = berod120. Lauk rebing saba lautkarikari jalir jangji = pari121. Manuk apung saba eurihhaté asa didudutan = dudut122. Manuk hawuk beureum sukukatingal keur imut leutik = galatik123. Manuk lindeuk di buruankuring bati panas ati = japati124. Manuk lisung anu jaludagoan di pasampangan = jago125. Manuk renggé saba ulamhayang tepi ka ngajadi = caladi126. Manuk tukung saba gununguyuhan daék ka abdi = puyuh127. Maung tutul saba kasurdiri teu ngareunah cicing = ucing128. Méga beureum surupna geus buritngalanglayun panas pipikiran = layung129. Melak bangsal di kotakanwayahna dék sabar diri = nebar130. Mencek leutik saba alasabdi daék ngaréncangan = peucang131. Meri pendék ngojay hayamhenteu négtog pikir abdi = éntog132. Monyét hideung sisi leuweungsusah nu taya tungtungna = lutung133. Mun inget mangsi Malayuanjeun téh cinta ka kuring = tinta134. Mun jagan kadadar tipungupami kagungan rabi = surabi135. Nganyam bola jadi lawonpeupeujeuh kudu sing junun = ninun136. Nu dahar taya sésanangan asa dipoyok badis = ledis137. Nu gering geus rampus daharkuring mah mo payu deui = mamayu138. Nu nutu miceun huutnaMun awon moal ditampi = napi139. Nya buah ngacung ka luhurkuring mah sok panas ati = ganas140. Nya hujan taya eureunaabdi mah kalangkung ajrih = ngijih141. Nyeupan sangu tacan timusteu sanggup manggihan deui = gigih142. Nyiar paré tutukeuranteu pantes hayang ka abdi = nguyang143. Nyiru gedé wadah bangsalanjeun mah nsok sindir sampir = tampir144. Nyiruan genténg cangkéngnamasing mindeng pulang anting = papanting145. Pangcalikan tonggong kudakudu satia buméla = sela146. Paparem ngawurah ketanmokaha atuh da wargi = ragi147. Paribasa petis Cinahayang nepi ka cacapna = kécap148. Péso pangot ninggang lontaracan katuliskeun diri = nulis149. Péso patok kewung tungtunghayang kapiajang teuing = rejang150. Péso raut Cibarusasugan welas ka nu miskin = sekin151. Pileuleuyan kebo gunungngadadak tineung nya pikir = badak152. Piunjuk duméh rék wangsulsanés abdi rék cilimit = pamit153. Puguh mah ubar muriangnu hina leuwih ti misti = Kina154. Puter putih saba lemburkuring seja béla pati = japati155. Ranté ngait kana bajuMemang geus cumantél ati = cantél156. Salendro di papanggunganngomong kalepasan teuing = koromong157. Sanggal hideung saba rancatémbong léléwa nu manis = lélé158. Sangrayan peupeus meueusanulah jadi rengat galih = rengat159. Santri miskin geus marémantangtu tiis pikir abdi = pikir160. Sapikul katian Cinamalah kumplit sareng cingcin = dacin161. Séndok batok digagangangeus lawas abdi ngalayung = gayung162. Séréh leuweung turub saunghaté abdi panas peurih = eurih163. Situ bendung di Citarumgulang-guling ngan sorangan = Saguling164. Sok rajeun ngabuah kawungcuruluk cisoca bijil = curuluk165. Tegal tengah nagaralaun-laun sugan hasil = alun-alun166. Teu beunang dihurang sawahteu beunang dipikameumeut = simeut167. Teu beunang dipiring leutikteu beunang dipikaisin = pisin168. Teu beunang diopak kembungteu beunang dientong-entong = kolontong169. Teu beunang dirangkong kolongteu beunang dipikahayang = hayam170. teu beunang disihung tipungteu beunang dipapagonan = sasagon171. teu beunang disitu lemburteu beunang diulah-ulah = kulah172. Teu beunang disupa dulangteu beunang dibébénjokeun = kéjo173. Teu beunang ditihang pondokteu beunang dideudeuleukeun = deudeul174. Teu beunang ditiwu leuweungTeu beunang dipikasono = kaso175. Teu beunang diwaru leuweungTeu beunang diboro-boro = bisoro176. Teu puguh monyét hideungnateu puguh tungtungna = lutung177. Tepi ka kélor héjonatepi ka antukna = katuk178. Ulah sok kapiring leutikulah sok kaisinan = pisin179. Wadah minyak tiana belingjadi budak kudu getol = botol180. Walanda hideung soldaduumambon engkang ka nyai urang = Ambon181. Warisan sekin pusakahaturan nyai pribadi = bayawak sumber : http://titiksenyap.wordpress.com